Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Gelar Instrumen Baru

Kompas.com - 25/02/2014, 08:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia sedang mengembangkan instrumen agar bank tidak tergantung pada deposit atau simpanan. Instrumen negotiable certificate deposit itu diharapkan bisa diterapkan pada semester I-2014. Saat ini dilakukan pembahasan bersama Otoritas Jasa Keuangan.

Ekonom Standard Chartered Indonesia, Eric Alexander Sugandi, berpendapat, instrumen tersebut bisa membantu pendalaman pasar keuangan. ”Di luar negeri, seperti Amerika Serikat, NCD (negotiable certificate deposit) sudah digunakan. Penerbitnya bank,” kata Eric di Jakarta, Senin (24/2).

Sebagaimana dijelaskan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara, NCD ini berlaku seperti surat berharga yang bisa diperjualbelikan. Selain itu, NCD bisa menjadi underlying dalam pasar moneter.

”Yang penting, NCD ini masuk dalam komponen LDR (loan to deposit ratio),” kata Mirza.

LDR adalah rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga. Selama ini, surat berharga yang dimiliki bank tidak masuk dalam perhitungan LDR. BI mengatur rasio LDR pada rentang 78-92 persen.

Mirza menambahkan, NCD akan bermanfaat bagi bank. Dengan demikian, bank di Indonesia akan tertarik dengan instrumen ini.

Statistik perbankan Indonesia per Desember 2013 menunjukkan, simpanan pihak ketiga di bank umum sebesar Rp 3.663 triliun. Jumlah itu terdiri dari giro Rp 846,781 triliun, tabungan Rp 1.212,707 triliun, dan deposito Rp 1.604,479 triliun.

Menurut Eric, dengan pendalaman pasar keuangan, ketersediaan likuiditas akan semakin terjamin. ”Bank akan memiliki alternatif selain term deposit atau barter valas atau repo yang sudah diberlakukan,” ujar Eric.

Bagi bank, hal ini akan memudahkan mendapatkan dana dengan biaya yang lebih murah, sementara pasar keuangan akan lebih tahan terhadap guncangan.
Instrumen

BI semakin memperdalam pasar keuangan.

Mirza mencontohkan, surat utang negara berjangka waktu 10 tahun yang diterbitkan Malaysia, Thailand, dan Filipina memiliki imbal hasil berkisar 4-4,5 persen. Padahal, imbal hasil di Indonesia bisa mencapai 8,3 persen.

”Hal ini karena inflasi yang cukup tinggi tahun lalu ditambah pasar keuangan Indonesia yang tidak dalam,” kata Mirza.

Instrumen moneter yang diterbitkan BI selama ini cukup diminati pelaku pasar, khususnya bank. Term deposit atau simpanan berjangka di BI saat ini memiliki outstanding mencapai 3,5 miliar dollar AS-4,5 miliar dollar AS. Adapun outstanding barter valas sekitar 8 miliar dollar AS.

Salah satu instrumen yang difasilitasi BI, yakni mini master repurchase agreement (MRA), terus meluas. Beberapa bank yang bergabung dalam kesepakatan mini MRA memfasilitasi transaksi dengan bank pembangunan daerah (BPD).

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk bekerja sama dengan 26 BPD untuk mengembangkan mini MRA. Adapun PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk bersama 26 bank nasional juga menandatangani mini MRA.

Sebagaimana dikemukakan Direktur Utama BNI Gatot Suwondo, penandatanganan mini MRA antarbank itu dapat turut menciptakan pasar uang yang semakin likuid dan sehat.

Direktur Treasury, Financial Institution, & Special Asset Management Bank Mandiri Royke Tumilaar mengemukakan, dengan pengembangan mini MRA bersama 26 BPD, BPD memiliki lebih banyak alternatif penempatan dana pada pasar uang antarbank. Alternatif ini bisa digunakan untuk pengelolaan likuiditas. (IDR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com