Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mutiara dari Banyuwangi jadi Primadona di Pasar Ekspor

Kompas.com - 02/05/2014, 14:52 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis


BANYUWANGI, KOMPAS.com - Kabupaten Banyuwangi yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa mempunyai potensi besar menjadi produsen mutiara kualitas ekspor. Berlokasi di Teluk Banyubiru Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi, kabupaten ini tiap tahun bisa mengirim sekitar 120 kilogram mutiara.

Menurut M. Taufik Dwikomara Direktur PT Disthi Mutiara Suci kepada Kompas.com 'golden size' mutiara berukuran antara 2,2 sampai 2,5 gram dengan harga per gram 150 ribu rupiah. "Dalam waktu satu tahun, kami panen dua kali dengan jumlah panen sekitar 25 ribu butir mutiara yang akan di eksport ke Asustralia dengan keuntungan sekitar 2 miliar per tahun," jelasnya pekan ini.

Perusahaan yang berdiri sejak tahun 2006 tersebut telah memiliki izin luas area untuk pembudidayaan kerang mutiara seluas 400 hektar, namun efektif yang digunakan seluas 140 hektar yang berisi sekitar 140 ribu kerang mutiara yang akan dipanen secara bergantian.

"Ada kendala teknis, salah satunya adalah dengan nelayan pencari ikan. Tapi kami terus melakukan komunikasi agar tidak menimbulkan konflik," tuturnya.

Taufik menuturkan, perairan Banyubiru yang masuk wilayah Taman Nasional Alas Purwo memenuhi syarat untuk pembudidayaan kerang mutiara. Hal ini karena wilayah tersebut masih terlindung dari pencemaran baik limbah pabrik maupun limbah rumah tangga.

"Selain itu di wilayah sini juga mengandung plankton sebagai makanan utama kerang. Seperti diketahui jika kerang merupakan hewan pasif jadi dengan arus dari selatan dan utara yang membawa plankton maka kita tidak perlu khawatir jika kerang nya kelaparan," jelasnya.

Taufik juga memastikan bahwa budidaya mutiara sama sekali tidak menggunakan bahan kimia. Sementara itu, nukleus yang dimasukkan dalam cangkang kerang dibuat dari kulit kerang mutiara air tawar Missisipi yang dibeli dari Jepang. Nukleus ini yang nanti akan jadi mutiara yang siap panen setelah dipelihara minimal 1 tahun 5 bulan.

Kerang mutiara yang diselipkan di pocket net masing-masing berisi 6 kerang. Kerang yang siap dimasuki nukleus adalah kerang yang telah berusia minimal 1,5 tahun dan hanya bisa digunakan dua kali panen.

Sementara itu untuk perawatannya sendiri, minimal sebulan sekali, pocket net yang berisi kerang akan diangkat dan dibersihkan serta disemprot air laut dengan tekanan tinggi. Setiap tiga bulan kerang juga diangkat dan dimasukkan ke dalam sinar X untuk memastikan kualitas mutiara yang ada di dalamnya.

"Jika sudah ada yang berukuran 10 milimeter akan dipanen. Jika tidak maka akan disortir dan jika kerang terkena penyakit 'pantat merah', maka petugas akan menggosokkan garam kasar di bagian ujungnya. Dari seluruh kerang mutiara, ada sekitar 75 sampai 80 persen yang mempunyai kualitas bagus dan siap panen," tuturnya.

Terumbu Karang Terjaga

Taufik juga mengatakan jika budidaya kerang mutiara ini benar-benar ramah lingkungan. "Jika ada kimia maka kerang tidak akan hidup. Jadi itu salah satu alasan kami tetap menjaga agar lingkungan di sekitar Teluk Banyu biru tidak tercemar," tambahnya.

Sementara itu Suryono Bintang Samudra, Kepala Bidang Perikanan dan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Banyuwangi kepada Kompas.com menjelaskan, keberadaan budidaya kerang mutiara di perairan Teluk Banyubiru, keberadaan terumbu karang di wilayah tersebut semakin terjaga.

karena tidak ada nelayan yang melakukan pengeboman ikan dan penangkapan ikan dengan racun ikan. "Dan kita semua tahu pentingnya terumbu karang untuk keberlangsungan ekosistem ikan di wilayah perairan Banyuwangi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com