Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Rupiah Melemah karena Jokowi Kurang Tegas

Kompas.com - 11/03/2015, 00:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) Universitas Gadjah Mada, Anthonius Tony Prasetiantono melihat pelemahan rupiah yang terjadi menembus Rp 13.200 saat ini lebih disebabkan faktor non-ekonomi.

Tony menjelaskan, pelemahan rupiah kini merupakan kombinasi antara penguatan dollar AS, dan mulai kurang nyamannya para pemilik dana dengan situasi Indonesia yang dinilai kurang kondusif dari sisi non-ekonomi.  Tony melihat, fundamental ekonomi Indonesia masih dalam kondisi baik.

“Non-ekonomi itu artinya, mungkin, leadership Jokowi. Beliau tidak terlalu decisive (tegas). Padahal ekspektasi kita tinggi terhadap beliau. Terhadap sosok Presiden yang diharapkan berani mengambil keputusan. Tapi ternyata, tidak terlalu,” kata dia ditemui di sela-sela Microfinance Forum 2015 di Jakarta, Rabu (11/3/2015).

Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam paparan pekan ini menyebut, sebagian negara sengaja melemahkan nilai tukar untuk mendorong ekspor. Menanggapi hal tersebut, Tony mengatakan, memang benar neraca dagang dari sisi ekspor seharusnya terbantu dengan pelemahan rupiah. Akan tetapi, ketika pelemahan menjadi terlalu dalam, maka hal tersebut akan menimbulkan kepanikan tersendiri.

“Mungkin di Thailand mereka oke-oke saja, enggak panik (ketika depresiasi). Sebab mereka tidak mempunyai trauma. Kita kan traumatik. Sekarang saja kita sudah membanding-bandingkan dengan krisis 1998. Padahal beda,” kata Tony.

Dia mengatakan, pelemahan rupiah kali ini lebih dikarenakan membaiknya ekonomi negeri Paman Sam. Sehingga, salah menurut Tony, jika membandingkan pelemahan rupiah tahun ini dengan pelemahan rupiah 1998.

Pada 1998 lalu gejolak ekonomi juga berbarengan dengan gejolak politik, dimana masyarakat sudah tidak menaruh kepercayaan terhadap rezim berkuasa.

Dikonfirmasi soal ekspektasi masyarakat yang ternyata tidak sesuai kenyataan pada pemerintahan saat ini, Tony menilai faktor ketidakpercayaan saat ini dan 1998 berbeda. “Bedanya, waktu itu orang mau ganti Presiden. Ini kan kita lagi punya Presiden baru. Hanya bedanya, sebetulnya kita membayangkan Jokowi itu decisive, tapi ternyata maaf, kurang,” kata Tony.

“Kan capek kita. Kok KPK tidak dibantu Jokowi? Capek kita, makanya rupiah melemah. Karena saya tidak melihat alasan yang fundamental ekonomi. Jadi mestinya something else. Dan something else-nya itu kelihatannya kita kurang happy. Ekspektasi tidak terpenuhi lah. Kira-kira bahasa halusnya begitu. Kan kita bayangkan selama ini Jokowi sat-set (gerak cepat). Tapi kok ketika ini (KPK) tidak sat-set, tidak decisive,” kata Tony.

baca juga: Presiden dan Kurs Rupiah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com