Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kejar Setoran", Minuman Ringan Akan Dikenakan Cukai

Kompas.com - 13/03/2015, 09:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kinerja penerimaan negara sepanjang dua bulan pertama tahun ini jauh dari target. Rencana kebijakan Kementerian Keuangan (Kemkeu) untuk mendongkrak setoran perpajakan dan cukai belum membuahkan hasil. Tak ingin kebablasan, pemerintah kini menyiapkan rencana baru untuk mengejar penerimaan negara.

Agar target penerimaan negara tercapai, pemerintah akan mengeluarkan kebijakan baru untuk menambah sumber pemasukan kas negara. Rencananya, pemerintah akan menambah objek cukai, yakni minuman berkarbonasi atau minuman bersoda.

"Sudah ada hasil kajian bahwa minuman berkarbonasi bisa dikenakan  cukai," kata Kepala Badan Kebijakam Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara, Kamis (12/3/2015).

Menurut Suahasil, BKF sudah menerima hasil kajian terbaru dari Kementerian Kesehatan. Di dalam kajian itu,  disebutkan, konsumsi minuman bersoda bisa mengganggu kesehatan badan. 

"Ada indikasi negatif terhadap penggunaan minuman berkarbonasi sehingga perlu dikenakan cukai," ujar Suahasil.

Asal tahu saja, rencana pengenaan cukai atas minuman berkarbonasi atau bersoda sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu. Namun, rencana tersebut batal lantaran hasil kajian pada tahun 2014 menyatakan tidak terdapat dampak negatif dari minuman bersoda sehingga pemerintah tak perlu melakukan kontrol terhadap konsumsinya. Sejak saat itu, Ditjen Bea Cukai tak lagi memasukkan rencana pengenaan cukai atas minuman tersebut.

Lantas, kenapa hasil kajian sekarang berbeda? Suahasil belum bersedia menjelaskan. Menurutnya, BKF masih membutuhkan penjelasan lebih rinci indikasi negatif atas konsumsi minuman bersoda.

Hingga 28 Februari 2015, realisasi penerimaan kantor pajak hanya Rp 125 triliun, turun 9,19 persen dari periode sama tahun lalu. Dari kantor bea dan cukai malah lebih buruk, turun 21,31 persen menjadi Rp 22,55 triliun. Padahal, target pajak dan cukai tahun ini Rp 1.491 triliun, naik sebesar 20 persen dari penerimaan tahun lalu.

Pemerintah sebenarnya sudah menyiapkan sejumlah cara untuk mengejar kenaikan target itu. Namun, sejauh ini banyak strategi yang layu sebelum berkembang. Salah satunya rencana kantor pajak meminta rincian bukti potong atas bunga deposito dan tabungan yang batal terlaksana. Padahal, strategi ini memiliki potensi tambahan penerimaan perpajakan Rp 1,25 triliun.

Selain itu, rencana memperbaiki regulasi pajak. Hingga kini rencana ini molor. Sebut saja rencana revisi tarif dan batasan barang mewah yang terkena pajak penjualan barang mewah (PPnBM), seharusnya keluar pada 30 Januari 2015. Namun, kebijakan yang berpotensi menambah penerimaan negara sebesar Rp 4 triliun itu belum juga terlihat. (Adinda Ade Mustami)

baca juga: Pemerintah "Kejar Setoran", Sepatu hingga Penjahit Dikenai Pajak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com