Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ADB Turunkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Kompas.com - 07/07/2015, 17:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 5,5 persen menjadi 5,0 persen atau dalam rentang 4,8-5,2 persen pada 2015.

Penurunan tersebut menurut ADB di Jakarta, Selasa (7/7/2015), disebabkan tiga hal, yakni lambannya realisasi program-program pemerintah, tertundanya dampak reformasi struktural ekonomi Indonesia, dan keberlanjutan pelambatan ekonomi global.

Deputy Country Director ADB Edimon Ginting mengatakan, stimulus dari pemerintah terhadap perekonomian tidak akan sesuai dengan perkiraan sebelumnya, karena tertundanya eksekusi belanja pemerintah dan potensi shortfall (selisih antara target dan realisasi) penerimaan pajak yang lebih tinggi dari perkiraan semula.

ADB mengakui lambannya eksekusi belanja modal dari pemerintah pada awal 2015, telah membuat capaian pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 di bawah ekspetasi yakni 4,71 persen.

Dia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II masih akan di bawah 5,0 persen, namun perlahan naik pada triwulan III dan IV karena stimulus dari realisasi belanja pemerintah.

Sementara untuk mencapai target penerimaan pajak sebesar Rp1.294,25 triliun, Edimon meyakini potensi shortfall masih akan ada. Namun, jika pemerintah melakukan terobosan, baik dalam infrastruktur teknologi dan kebijakan, potensi shortfall bisa saja menyempit.

Alasan kedua penurunan proyeksi, lanjut dia, karena tertundanya dampak reformasi struktural perekonomian.

Menurut Edimon, imbas negatif jangka pendek dari reformasi struktural seperti volatilitas kenaikan harga BBM telah berpengaruh lebih besar terhadap perekonomian dibandingkan dampak positif reformasi yang memang akan terasa secara jangka panjang.

Imbas positif itu seperti relokasi subsidi Bahan Bakar Minyak untuk belanja produktif, perbaikan peraturan perizinan investasi dan pembebasan lahan diperkirakan akan terasa pada semester II 2015 dan 2016.

"Di semester I, lebih terkendala pertumbuhan investasi yang dilakukan pemerintah lebih lambat dari yang diprediksi," ujar dia.

Alasan ketiga adalah anjloknya harga komoditas global yang diperkirakan masih akan berlanjut.

Sementara pemulihan ekonomi secara global tidak berjalan merata, dan negara-negara mitra dagang Indonesia seperti Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat masih menghadapi hambatan untuk tumbuh sesuai ekspetasi.

Lebih lanjut Edimon menjelaskan, jika pemerintah berhasil menjaga laju reformasi struktural, Indonesia akan menikmati pertumbuhan ekonomi hingga 5,6 persen pada 2016.

Adapun laju inflasi, ADB masih memperkirakan volatilitas harga makanan pokok akan mempertahankan inflasi di kisaran 6,4 persen secara "year on year". Namun, pada 2016, seiring dengan dampak reformasi struktural dan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas, inflasi dapat ditahan di 4,9 (yoy).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai proyeksi pertumbuhan ekonomi di angka 5,2 persen pada akhir tahun 2015 paling realistis dengan dinamika perekonomian global saat ini.

Dia mengatakan salah satu alasan pertumbuhan ekonomi kembali mengalami penurunan revisi adalah sektor investasi yang belum memenuhi ekspektasi karena faktor global yang masih belum menentu.

Selain itu, alasan lainnya adalah kontribusi belanja pemerintah yang tidak sesuai harapan karena penyerapan belanja modal pada akhir tahun diperkirakan hanya mencapai 90 persen seperti tahun-tahun sebelumnya.

Bambang juga mengatakan pemerintah tidak bisa mengandalkan kinerja sektor ekspor yang masih mengalami kelesuan, akibat berkurangnya permintaan dan perlemahan harga komoditas di tingkat global.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com