Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Stagnan

Kompas.com - 16/12/2015, 15:46 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masih stagnan di kelompok pembangunan manusia menengah. Namun, Indonesia diyakini sudah memiliki langkah yang tepat dalam meningkatkan indeks pembangunan manusia.

Dengan langkah tepat itu, ada peluang Indonesia kelak bergabung dengan negara-negara dalam kelompok pembangunan manusia tinggi.

Malaysia yang berada di peringkat ke-62 dan Thailand di ranking ke-93 sudah masuk dalam kelompok pembangunan manusia tinggi. Kendati demikian, kondisi Indonesia masih lebih menjanjikan dibandingkan Filipina yang sama-sama di kelompok menengah karena Indonesia memiliki angka harapan hidup dan pendapatan nasional bruto per kapita lebih baik.

Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia 2015 Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara dengan besaran 0,684 atau sama dengan tahun sebelumnya. Posisi Indonesia sama dengan Gabon (salah satu negara di Afrika yang merdeka pada 1960).

Berdasarkan pengukuran indikator IPM Indonesia pada tahun 2014, angka harapan hidup 68,9 tahun, harapan tahun bersekolah 13, serta rata-rata waktu sekolah yang dijalani individu berusia 25 tahun ke atas adalah 7,6 tahun. Pendapatan nasional bruto per kapita 9.788 dollar AS (setara Rp 137,5 juta dengan nilai tukar Rp 14.048).

Potensi
Direktur UNDP Indonesia Christophe Bahuet dalam jumpa pers Peluncuran Laporan Pembangunan Manusia 2015 yang bertajuk "Dunia Kerja bagi Pembangunan Manusia", di Jakarta, Selasa (15/12/2015/2015), mengatakan, dalam melihat IPM, yang penting selalu ada kemajuan berarti. "Indonesia berpotensi meningkatkan IPM ke kelompok tinggi.

Hal terpenting, kesenjangan pembangunan manusia hingga tingkat daerah dipersempit. Itu bisa mempercepat kenaikan IPM," ujar Bahuet.

Ada peningkatan IPM Indonesia sekitar 44,3 persen dengan membandingkan IPM tahun 1990 yang besarannya 0,474 menjadi 0,684 pada 2014.

Dalam penilaian IPM, faktor kesenjangan atau ketidaksetaraan pada indikator juga diperhitungkan. Untuk rata-rata lama bersekolah, posisi Indonesia melampaui rata-rata di Asia Timur dan Pasifik serta negara kelompok pembangunan manusia menengah lain. Dalam tantangan dunia kerja yang dipengaruhi revolusi digital, pendidikan di Indonesia harus membekali generasi muda dengan kompetensi sesuai tuntutan dunia kerja.

Menurut Senior Technical Specialist for Human Development, SDGs, and Poverty Reduction UNDP Indonesia, Harry Seldadyo Gunardi, peningkatan IPM adalah untuk meningkatkan kapabilitas manusia. Peluang Indonesia berpindah ke kelompok tinggi terbuka karena kebijakan pemerintah saat ini juga mengarah ke sana. "Percepatan pun bisa dengan fokus kepada kelompok yang tertinggal," ujar Harry. (ELN/MED)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Desember 2015, di halaman 1 dengan judul "Posisi Indonesia Stagnan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com