KOMPAS.com - Selat antara Singapura dan Malaysia biasanya penuh dengan kapal kayu yang memuat rempah-rempah. Namun saat ini, di Selat Malaka, penuh dengan kapal mesin yang memuat komoditas lain.
Pada pedagang minyak, mereka terus menanti membaiknya harga minyak mentah. mereka menyimpan minyak mentahnya di kapal mesin, dan jadi tempat penyimpanan mengambang (floating storage).
Hal ini mereka lakukan sejak harga minyak acuan Brent turun lebih dari separuh sejak dua tahun, menurut sejumlah analis Morgan Stanley yang dipimpin oleh Adam Longson.
Tidak seperti perdagangan minyak di kapal sebelumnya, penyimpanan cara ini sebenarnya membuat rugi para pedagang.
Morgan Stanley mengestimasi, penyimpanan Brent untuk sebulan akan membuat rugi para pedagang hingga 0,48 dollar AS per barel. Sementara penyimpanan selama enam bulan memakan ongkos 6,11 dollar AS per barel.
Penyimpanan ini bukan terjadi untuk mendapatkan keuntungan, tapi lebih ke kebutuhan pasar untuk mencari tempat penyimpanan minyak. Agar untung, para pedagang tetap harus berharap agar harga minyak kembali naik.
"Naiknya penyimpanan minyak mengambang terus meningkat walaupun ada disrupsi di celah Atlantik dan keluarnya uang untuk penyimpanan minyak mengambang ini, memperlihatkan pasar sebenarnya tidak sesehat yang digambarkan," tulis para analis.