Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Pasal dalam Aturan Bagi Hasil Kotor Migas Dinilai Tak Konsisten

Kompas.com - 23/01/2017, 19:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan telah mengeluarkan regulasi skema bagi hasil kotor berdasar produksi bruto minyak dan gas bumi (migas) atau gross split. 

Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Aturan ini diterbitkan dengan tujuan mempercepat proses administrasi sehingga meningkatkan gairah investor untuk membenamkan dana-dananya di sektor migas di Indonesia.

Meski demikian, pakar energi dari Universitas Trisaksti Pri Agung Rakhmanto menilai beberapa pasal dalam Permen ESDM 8/2017 justru tidak konsisten dengan tujuan diterbitkannya peraturan menteri tersebut.

Misalnya, soal aset. Pasal 21 beleid itu menyebutkan, seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu migas yang dibeli kontraktor, menjadi milik negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dan dikelola oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

“Ini tidak logis dan tidak konsisten. Sebab, kalau sudah gross split, aset atau peralatan ya bukan lagi milik negara. Tetapi, milik kontraktor,” kata Pri Agung kepada Kompas.com, Senin (23/1/2017).

Aset di hulu menjadi milik kontraktor lantaran aset tersebut sepenuhnya dibiayai dari investasi kontraktor yang tidak diganti oleh pemerintah.

Dalam skema bagi hasil produksi atau production sharing contract (PSC) yang ada penggantian biaya dari pemerintah (cost recovery), aset memang menjadi milik negara.

Selain soal aset, Pri Agung melihat birokrasi di dalam pengaturan dan pengawasan masih tetap sama seperti ketika menggunakan skema PSC.

Kontraktor masih tetap harus mengajukan rencana pengembangan lapangan, anggaran, dan sebagainya.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 16, BAB IV tentang Rencana Kerja dan Anggaran serta Rencana Pengembangan Lapangan.

Menurut Dewan Penasihat Reforminer Institute itu, hal ini juga tidak konsisten. “Sederhananya, kalau pakai skema gross split, ya, pemerintah yang penting menerima hasil finalnya saja. Tidak lagi repot-repot di dalam perencanaan dan segala administrasinya,” imbuh Pri Agung.

Inkonsistensi lain juga terlihat dari aturan operasionalnya yang nampaknya masih akan rumit dan tidak sederhana.

Misalnya, kata Pri Agung, dalam menentukan penambahan atau pengurangan split (bagian), banyak variabel yang tidak mudah ditentukan dan harus dimonitor setiap saat, contohnya tingkat komponen dalam negeri dan variabel harga minyak.

“Jadi, tujuan untuk menyederhanakan administrasi dan birokrasi, dalam hal ini yang menjadi keunggulan utama dari gross split, tidak akan tercapai karena inkonsistensi-inkonsistensi yang ada,” kata Pri Agung.

“Banyaknya inkonsistensi yang ada ini, mengindikasikan bahwa filosofi gross split dan PSC belum sepenuhnya dipahami,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Menko Airlangga Siapkan Pengadaan Susu untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo

Whats New
Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Enzy Storia Keluhkan Bea Masuk Tas, Stafsus Sri Mulyani: Kami Mohon Maaf

Whats New
Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Waskita Karya Optimistis Tingkatkan Pertumbuhan Jangka Panjang

Whats New
Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Apresiasi Karyawan Tingkatkan Keamanan dan Kenyamanan di Lingkungan Kerja

Whats New
Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Potensi Devisa Haji dan Umrah Capai Rp 200 Triliun, Menag Konsultasi dengan Sri Mulyani

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 68 Sudah Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Whats New
MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

MARK Tambah Jajaran Direksi dan Umumkan Pembagian Dividen

Whats New
Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Miliki Risiko Kecelakaan Tinggi, Bagaimana Penerapan K3 di Lingkungan Smelter Nikel?

Whats New
Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Pemerintah Akan Revisi Aturan Penyaluran Bantuan Pangan

Whats New
Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Kolaborasi Pentahelix Penting dalam Upaya Pengelolaan Sampah di Indonesia

Whats New
Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Menteri Teten Ungkap Alasan Kewajiban Sertifikat Halal UMKM Ditunda

Whats New
Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Viral Video Petani Menangis, Bulog Bantah Harga Jagung Anjlok

Whats New
9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

9,9 Juta Gen Z Indonesia Tidak Bekerja dan Tidak Sekolah

Whats New
Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com