Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Risiko-risiko KPR Tanpa Uang Muka

Kompas.com - 11/02/2017, 15:59 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Skema pembiayaan KPR saat ini cukup beragam, mulai dari bunga kreditnya, uang mukanya, hingga tenornya.

Saat ini bahkan ada wacana untuk meniadakan uang muka (down payment/DP) agar masyarakat kelas bawah bisa memiliki rumah.

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Maurin Sitorus menjelaskan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan jika kredit tanpa uang muka ini diterapkan untuk pembiayaan rumah.

Pertama, mengenai komitmen kepemilikan (ownership). Maurin mengatakan jika tanpa DP, maka ownership debitur kredit rumah menjadi rendah. Hal itu juga terkait dengan aspek kedua yaitu besaran cicilan dan kemampuan membayar dari debitur itu sendiri.

"Kalau DP nol, cicilannya akan semakin besar," kata Maurin ditemui di sela Indonesia Property Expo 2017 di JCC Senayan, Jakarta, pada Sabtu (11/2/2017),

Hitung-hitungan mudahnya ia contohkan dengan kredit rumah Rp 100 juta. Apabila dengan DP 30 persen, artinya tinggal mengangsur Rp 70 juta. Maka bunga KPR lima persen dari Rp 70 juta sekitar Rp 3,5 juta.

Dengan asumsi tenor 15 tahun, maka debitur harus mencicil sebesar Rp 408.334 per bulan (Rp 73,5 juta dibagi 180 bulan).

Tetapi bila dengan skema kredit tanpa DP, maka beban bunganya saja sudah berbeda, yaitu 5 persen dikalikan Rp 100 juta atau sebesar Rp 5 juta. Sehingga dengan asumsi tenor yang sama 15 tahun, maka debitur harus mencicil sebesar Rp 583.334 per bulan (Rp 105 juta dibagi 180 bulan).

Cicilan untuk rumah yang lebih tinggi ini akan menjadi masalah. Sebab, kata Maurin saat ini ketentuan besaran cicilan yakni 35 persen dari pendapatan.

"Kenapa ditaruh 35 persen? Karena kita punya kebutuhan lain, biaya hidup, biaya sekolah anak," kata Maurin.

Maurin mengatakan, jika pendapatannya mepet sementara ada kebutuhan pendidikan dan cicilan rumah yang mahal, tentu saja masyarakat lebih mementingkan membayar sekolah. Sehingga, imbuhnya, apabila cicilan rumahnya di atas 35 persen dari pendapatan, maka kemungkinan besar KPR itu akan bermasalah atau dengan kata lain cicilan macet.

Jika KPR bermasalah, lanjut Maurin, maka perbankan akan bermasalah juga. Dan kalau perbankan bermasalah, maka perekonomian nasional akan bermasalah.

"Itu kelihatannya simpel, mikro. Tetapi, yang mikro itu bisa menjadi makro," ucap Maurin. Kemudian, ketika ditanya apakah mungkin diberikan tenor atau jangka waktu pinjaman lebih panjang, menjadi 30 tahun. Sehingga cicilannya menjadi lebih ringan?

Maurin menegaskan, nantinya hal itu tentu saja akan berpengaruh terhadap hitung-hitungan besaran cicilan. Namun, perlu diperhatikan juga kondisi atau daya tahan perbankan dalam hal pembiayaan dan risikonya.

"Kan perbankan dikontrol ketat, rasio kredit macet enggak boleh tiga persen, harus di bawah itu. Jadi, itu (program) harus ekstra hati-hati menetapkan," ujar Maurin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com