"Kalau ada suatu barang, termasuk ponsel yang dikenakan pajak terlalu tinggi, maka malah tidak ada yang beli dan penerimaan pajaknya malah tidak ada. Atau mereka malah belanja ke Singapura karena ke Singapura naik pesawat cuma Rp 300.000. Kalau pajaknya ketinggian, nanti mereka belanjanya di Singapura," kata Fuad saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Senin (23/9/2013).
Ia menambahkan, pihaknya tidak berwenang untuk menentukan besaran pajak ponsel ini sebagai terkategori barang mewah. Sebab, hal tersebut menjadi wewenang dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Menurut Fuad, ponsel ini sudah dianggap bukan menjadi barang mewah sehingga pajaknya harus diturunkan.
"Jadi melihatnya jangan over all. Jangan seolah-olah semuanya dikenakan pajak penjualan barang mewah. Nanti tidak ada yang mau belanja lagi. Jadi kebijakan perpajakan tidak boleh seolah-olah terlalu kejar pajaknya dan sukses. Itu belum tentu," tambahnya.
Direktorat Jenderal Pajak menginginkan agar Kementerian Keuangan mau merumuskan pajak ponsel ini secara cermat. Jangan sampai kebijakan ini justru menyebabkan orang-orang lari ke Singapura dan semua uang akan beredar di sana, termasuk pajaknya. "Ini yang harus hati-hati," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.