Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daud Ingin Ulang Kembali "September Ceria"

Kompas.com - 30/04/2015, 17:24 WIB


KOMPAS.com - Daud Baitanu namanya. Lelaki berpostur agak gemuk itu punya keinginan mengulang kembali "September Ceria". Menurut pria yang menjalani profesi sebagai pengemudi taksi sejak Mei 2014 lantaran usahanya bangkrut itu, dirinya mengalami hal paling menakjubkan dalam hidupnya. Sebagai seorang pengemudi taksi, Daud paham betul bahwa nasibnya tak bakal beruntung. "Soalnya, kebutuhan pengemudi taksi kan banyak. Sementara, uang yang didapat kuranglah," tuturnya terus terang.

Ihwal "September Ceria", beginilah cerita Daud yang masih sangat kental logat Indonesia timurnya kala bertutur. Daud ikut bergabung bersama pengemudi taksi lainnya di Jabodetabek memanfaatkan aplikasi Grab Taxi Indonesia pada Agustus 2014. Aplikasi yang terbilang anyar di Tanah Air itu memberi kemudahan bagi pengemudi untuk mendapatkan pesanan dari calon penumpang. Sebaliknya, penumpang pengguna aplikasi yang bisa diunduh dari ponsel pintar secara gratis di platform iOS, Android, BlackBerry, dan Windows Phone ini juga mendapatkan keuntungan kemudahan mendapatkan layanan taksi.

Ide Grab Taxi dimulai ketika pendiri dan CEO Grab Taxi Anthony Tan dan Hooi Ling Tan asal Malaysia mengikuti Harvard Business Plan Contest 2011. Sejak itu, aplikasi ini telah memenangkan beberapa penghargaan termasuk Frost & Sullivan Best Travel App 2013 dan Malaysian Venture Capital dan Private Equity Outstanding Trustee Company 2013. Sejak didirikan pada 2012, lebih dari 75.000 pengemudi taksi di Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Indonesia menggunakan aplikasi ini.

Di Indonesia, terang Deputy General Manager Grab Taxi Indonesia Eu Gene Hong dan Head of Marketing Grab Taxi Indonesia Kiki Rizki, pada Kamis (30/4/2015), baru masuk sejak sepuluh bulan silam. Pada masa tersebut hingga kini, manajemen perusahaan yang berada di kawasan Jalan Cikini II, Jakarta Pusat ini, memberikan bonus bagi pengemudi yang berhasil mendapatkan plus mengantarkan konsumen. "Bonusnya sangat signifikan jumlahnya. Bonus itu per satu kali angkut penumpang," aku Daud sembari menyebut angka Rp 70.000 untuk tiap satu kali angkut penumpang.

Rupanya, pada dua minggu atau tepatnya September 2014, sejak bergabung dengan Grab Taxi Indonesia, Daud sukses mendulang bonus hingga lebih dari Rp 1 juta. "Bayangkan. Kalau dapat terus seperti itu, gaji pengemudi bisa melebihi manajer," katanya sumringah.

Tak hanya itu, pada Kamis ini pula, Daud, mendapat ganjaran dari Grab Taxi Indonesia untuk program Elite Driver. Daud adalah satu dari seratus pengemudi yang mendapatkan hadiah pada program itu. "Kami mengadakan program ini per tiga bulan penilaiannya," kata Deputy Head Driver Loyality and Retention Grab Taxi Indonesia Helga Nidya dalam kesempatan tersebut.

Helga mengatakan di dalam program itu, pengemudi akan mendapatkan perlindungan asuransi kecelakaan dan jiwa tahunan, sertifikat yang menyatakan bahwa pengemudi adalah seorang Elite Driver, insentif tunai, dan perlengkapan gratis seperti rompi dari Grab Taxi Indonesia. "Makanya, dengan program ini, saya ingin mengulang kembali 'September Ceria'," kata Daud dengan senyum lebar di wajahnya.

Selain Daud, rekannya sesama pengemudi taksi pengguna aplikasi tersebut adalah Abdul Manaf. Pria yang bergabung sejak 12 November 2014 mengaku kehidupannya menjadi lebih baik secara finansial. "Saya bisa mengirim uang saku dua kali sebulan untuk anak saya yang masih kuliah semester tujuh di Fakultas Sastra Jepang," kata pria berkacamata ini.

Hijau


KOMPAS.com/SAKINA RAKHMA DIAH SETIAWAN Konferensi Pers Kampanye Grab Taxi #WanitaInspiratif di Blitz Megaplex, Kamis (12/3/2015).

Lebih lanjut, menurut pemaparan Helga Nidya, perusahaannya memang bukan perusahaan taksi yang memiliki armada sebagaimana lazimnya. Banyak pengemudi dari berbagai merek (brand) taksi di Jabodetabek, memanfaatkan aplikasi itu. "Jadi tak ada lagi brand saat pengemudi taksi bergabung dengan aplikasi ini. Yang ada adalah brand  'hijau'. Maksudnya warna itu adalah warna perusahaan kami," kata Helga.

Helga mengklaim, banyak pengemudi dari merek-merek taksi terkenal sudah bergabung. "Ada taksi berwarna biru, putih, dan sebagainya," katanya sembari mengatakan bahwa pihaknya melakukan penyaringan ketat bagi para pengemudi termasuk sejarah pelayanan taksi.

Menurut Helga, pengemudi yang berasal dari perusahaan taksi yang punya catatan memanipulasi pergerakan argometer (argo kuda) tak masuk dalam seleksi. "Kami juga menyaring taksi-taksi yang punya catatan kriminal," klaim Helga.

Lebih lanjut, Helga juga memaparkan bahwa perusahaannya mendapat pendanaan dari investor-investor di luar Indonesia. "Kami juga mendapat pendanaan dari World Bank (Bank Dunia)," kata perempuan berambut panjang ini.

Helga memaparkan selama 14 bulan ke belakang, pihaknya mendapat dana mencapai 340 juta dollar AS. Dari jumlah itu, ada 1,8 juta dollar AS atau setara dengan Rp 22,5 miliar digelontorkan untuk program Elite Driver. "Uang itu untuk para pengemudi dan kami berikan bertahap hingga akhir tahun," ujar Helga sembari menambahkan sejauh ini Grab Taxi Indonesia belum menerapkan pungutan untuk investasi dari pengemudi maupun penumpang sebagaimana terjadi di Grab Taxi pada beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.

Primus Dari kiri ke kanan, Abdul Manaf (pengemudi taksi), Eu Gene Hong (Deputy General Manager Grab Taxi Indonesia), Helga Nidya (Deputy Head Driver Loyality and Retention Grab Taxi Indonesia), dan Ali Yasman (pengemudi taksi) saat peluncuran Program Elite Driver Grab Taxi Indonesia pada Kamis (30/4/2015).


Barang tertinggal

Sementara menjawab pertanyaan mengenai kejadian barang penumpang tertinggal di taksi, Kiki Rizki menerangkan bahwa pada fitur aplikasi di ponsel pintar penumpang, akan ada data mengenai foto pengemudi, nomor plat kendaraan taksi penjemput, nomor telepon pengemudi, termasuk posisi mobil taksi berada. Pengemudi juga dibekali ponsel pintar merek Accer sebagai penanda yang bersangkutan memanfaatkan aplikasi itu.

Tak hanya itu, pada aplikasi juga ada fitur yang menayangkan riwayat pemesanan, perjalanan, hingga lokasi tujuan pengantaran penumpang. "Sebetulnya, penumpang yang mengalami ketinggalan barang tinggal melacaknya di riwayat itu," saran Kiki sembari menambahkan bahwa sejauh ini keluhan paling banyak justru terjadi gara-gara taksi yang dipesan penumpang gagal memenuhi waktu yang ditentukan lantaran kondisi jalanan macet.

Namun demikian, menurut penelusuran Kompas.com, ada juga pengemudi taksi yang emoh ikut berpartisipasi dengan Grab Taxi Indonesia. Karnadi, misalnya, pengemudi mobil perusahaan taksi berwarna putih. "Harus bayar sih pendaftarannya. Kalau enggak salah Rp 200.000. Handphone (ponsel) juga enggak gratis,"  kata pengemudi yang garasi taksinya ada di kawasan Kranggan, Kota Bekasi itu.

Sementara itu, Rasmadi, juga dari perusahaan taksi yang mobil operasionalnya berwarna putih merasa bahwa bonus yang diberikan Grab Taxi Indonesia sebetulnya merupakan akumulasi uang yang didapatnya selama bekerja sehari-hari. Uang itu harus disetorkannya kepada perusahaan taksi. "Jadi kalau saya hitung-hitung, bonusnya kan berasal dari uang hasil kerja saya juga," demikian Rasmadi.  

 

Josephus Primus Seorang petugas mengenakan kaus berlogo Grab Taxi Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com