Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengampunan Pajak, "Karpet Merah" bagi Koruptor Buronan?

Kompas.com - 29/05/2015, 09:41 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pemerintah harus hati-hati menerapkan rencana pengampunan pajak (tax amnesty). Niat ini bisa memicu polemik hebat dan seperti memberi cek kosong kepada koruptor yang kabur ke luar negeri. Peluang itu ada karena tak sekadar memberi ampun bagi pengemplang pajak. Pemerintah akan menghapus sanksi hukum terhadap pelaku pidana pajak, umum, dan khusus, termasuk para koruptor yang kabur ke luar negeri.

Syaratnya, mereka harus membawa kembali aset yang disimpan di luar negeri. Hanya terpidana narkotika dan terorisme yang dikecualikan dari beleid special tax amensty ini. Jika bersedia membawa dana yang ada di luar negeri, mereka hanya perlu membayar tebusan.

"Besaran tebusan tahun ini lebih kecil, semisal 7,5 persen dari dana yang masuk, kemudian naik 10 persen di tahun berikutnya," ujar Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito Rabu, malam (27/5/2015).

Menariknya, kebijakan, yang semula direncanakan baru berlaku tahun 2017, akan dipercepat jadi tahun ini dan berlaku hingga 2016. Dukungan parlemen bahkan sudah dikantongi. Dewan Perwakilan Rakyat bahkan siap merevisi UU Ketentuan Umum Perpajakan yang jadi payung hukum aturan ini. Revisi UU pun sudah masuk Program Legislasi Nasional 2015. "Pembahasan hanya butuh dua bulan," ujar Sigit.

Jika pembahasan dilakukan Juni, aturan itu selesai bulan September. Sigit mengatakan, pemerintah terpaksa memilih strategi ini akibat banyak dana orang Indonesia yang tersimpan di luar negeri, seperti Singapura, Makau, hingga Hongkong. Meski belum memiliki data yang valid, dana orang kita di Singapura saja berkisar Rp 4.000 triliun.

"Jika masuk 10 persen saja, ada potensi penerimaan Rp 100 triliun," ujarnya.

Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad meminta agar pemerintah segera mengajukan revisi UU KUP agar bisa segera dibahas. "Kalau bisa berlaku Oktober 2015," kata Maruar Sirait, anggota Komisi XI.

Tak hanya parlemen, dukungan juga datang dari kepolisian. Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, mengatakan, special tax amnesty harus dengan syarat khusus. "Misal, harus membawa 70 persen dana hasil korupsi," ujarnya.

Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengatakan, PPATK akan menolak kebijakan ini. Sebab, sudah ada satuan tugas (satgas) pengejar penjahat pajak, satgas pemburu koruptor, dan asset recovery yang mengejar hasil kejahatan, termasuk dana korupsi yang dilarikan ke luar negeri. Jika special tax amnesty ini lancar berjalan, ini seperti "karpet merah" bagi pembebasan koruptor.

"Itu kebijakan tak equal, tak mendidik, dan tak membangun integritas bangsa," ujar dia. (Adinda Ade Mustami, Tri Sulistiowati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com