Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Moratorium, Pengiriman TKI ke Timteng Dilakukan dengan Modus Ini

Kompas.com - 10/10/2015, 15:55 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor rumah tangga ke Timur Tengah yang resmi diberlakukan Mei 2015 dinilai tidak efektif. Meskipun moratorium diterapkan, masih ada saja pengiriman tenaga kerja Indonesia sektor rumah tangga yang baru ke sejumlah negara Timur Tengah. Hal ini merupakan salah satu poin dari hasil survei yang dilakukan Migrant Care bersama dengan HIVOS pada Maret hingga September 2015.

Dua lembaga non-pemerintah itu melakukan survei di Bandara Soekarno-Hatta dengan mewawancarai 1.650 calon pembantu rumah tangga migran yang akan berangkat ke Timur Tengah.

"Berdasarkan moratorium pemerintah, yang boleh dikirim adalah mereka yang pernah migrasi. Tetapi temuan dari kami, hampir 50 persen mereka yang baru juga dikirimkan ke Timur Tengah. Ini berarti terlihat efektivitas moratorium itu enggak ada. PJTKI terus melakukan pengiriman," kata peneliti HIVOS Theresia Iswarini dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu (10/10/2015).

Hasil penelitian itu menyebutkan bahwa sebanyak 765 orang atau 46,4 persen dari total responden adalah pembantu rumah tangga migran yang baru pertama kali diberangkatkan.

Sementara sisanya, yakni kurang lebih 884 orang atau 53,6 persen merupakan pembantu rumah tangga migran yang masuk kembali ke Timur Tengah. Mayoritas pembantu rumah tangga migran yang berangkat ke Timur Tengah melalui Bandara Soekarno Hatta itu berasal dari Cianjur, Jawa Barat.

Sisanya berasal dari sejumlah daerah lain seperri Karawang, Cirebon, Bandung, Sukabumi, Indramayu, Serang, Lombok, Majalengka, Purwakarta, dan Sumbawa Nusa Tenggara Barat.

Peneliti Migrant Care Iwa Abdul Rozak menyampaikan bahwa pekerja rumah tangga migran itu dikirimkan ke negara-negara Timur Tengah dengan modus tertentu, yakni menggunakan visa ziarah, menyamarkan penampilan, modus umroh, mengunjungi saudara, atau modus ke Timur Tengah hanya untuk transit.

Hasil survei tersebut juga memperlihatkan masih adanya calon buruh migran yang dikirim ke Timur Tengah tanpa pernah melihat kontrak kerja mereka. Bukan hanya itu, hasil pengamatan di lapangan menunjukkan adanya pelanggaran yang dilakukan pihak penyalur tenaga kerja dalam proses perekrutan pembantu rumah tangga migran. Pelanggaran tersebut di antaranya berupa pelatihan yang tidak sesuai prosedur, penampungan yang kondisinya tidak layak, paspor yang ditahan pihak penyalur tenaga kerja hingga calon buruh migran naik pesawat, serta tidak memberikan salinan kontrak kerja kepada calon pembantu rumah tangga tersebut.

Atas dasar itu, Iswarini menilai kebijakan moratorium TKI ke Timur Tengah yang diterapkan pemerinta semakin membuka celah perdagangan manusia. Dengan menerapkan moratorium, maka pemerintah akan merasa tidak bertanggung jawab atas tenaga kerja Indonesia yang dikirimkan ke Timur Tengah setelah moratorium diberlakukan.

"Mereka katakanlah lepas tangan karena moratorium sudah dilakukan, maka bukan tanggung jawab kami lagi (kata pemerintah), sehingga tendesi perdagangan orang semakin besar," ucap Iswarini.

Selain itu, moratorium TKI ke Timur Tengah ini dinilai sebagai langkah pemerintah yang reaktif dalam merespon permasalahan buruh migran selama ini. Kebijakan tersebut dianggap tidak solutif dan rentan melanggar hak asasi manusia untuk memperoleh pekerjaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Whats New
Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Whats New
Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Whats New
Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com