Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Pro dan Kontra Terkait Kereta Cepat

Kompas.com - 22/01/2016, 21:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung masih ada permasalahan terkait perizinan. Namun, rasa penasaran masyarakat tetap besar. Sebagian meragukan, proyek dengan investasi 5,5 miliar dollar AS atau setara Rp 70 miliar itu akan menghasilkan keuntungan.

Bagi Lioni (32), warga kota Bandung yang sering beraktivitas dan melakukan perjalanan ke Jakarta untuk bekerja, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung masih bermasalah, terutama terkait isu lingkungan. Sejauh dia memahami, wilayah Jawa Barat termasuk daerah yang rentan bencana, seperti tanah longsor dan gempa.

Namun, jika pembangunan kereta cepat selesai dan beroperasi pada 2019, Lioni tetap akan mencoba.

"Kalau mepet harus ke Jakarta, saya enggak munafik pasti suatu saat saya akan pakai (kereta cepat)," kata Lioni.

Dia berharap Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengutamakan keselamatan dan memperhatikan daya dukung lingkungan.

Warga Jakarta, Carmelo (29), berpendapat lain. Yang dia butuhkan ketika bepergian ke Bandung adalah sedapat mungkin masuk ke Kota Bandung.

"Masalahnya, stasiun kereta cepat sampai ke tengah kota atau tidak? Kalau naik travel kan bisa memilih tempat penurunan (drop off) yang terdekat dengan tujuan," kata Carmelo.

Pengamat kebijakan Agus Pambagio yang juga Managing Partner PH&H Public Policy Interest Group, mengkritik pembangunan kereta cepat dan konsep pengembangan kawasan sebagai proyek rugi dan hanya menguntungkan segelintir pihak.

"Siapa sih yang nanti akan menggunakan kereta cepat setiap hari? Memang ada kajian yang mengatakan sekitar 60.000 orang yang berpotensi menggunakan kereta cepat karena beralih dari pengguna tol. Namun, apakah dia lantas setiap hari naik kereta cepat," kata Agus.

Alat-alat berat disiapkan saat peletakan batu pertama megaproyek kereta cepat dan pengembangan sentra ekonomi koridor Jakarta-Bandung di perkebunan teh Mandalawangi Bagian Maswati di Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (21/1/2016).

Proyek kerja sama Indonesia-Tiongkok itu untuk meningkatkan efisiensi mobilitas barang dan orang.

Menurut Agus, budaya bepergian masyarakat di Indonesia tidak sama dengan masyarakat semisal Jepang. Di Indonesia, masyarakat cenderung mampir atau berhenti di suatu tempat di sepanjang perjalanan, untuk belanja atau mencicipi makanan khas daerah tertentu.

Diakui, tetap ada orang-orang yang bepergian antara Jakarta dan Bandung yang memerlukan kecepatan, tetapi jumlahnya relatif kecil.

Selain itu, Agus meragukan pengembangan kawasan, seperti kota baru Walini akan berhasil. Dia mencontohkan pengembangan kota baru Parahyangan yang dipandang tidak berhasil dan hanya diisi investor, bukan pengguna akhir.

 "Yang utama atau komersial kan sebenarnya pembangunan kawasan ekonomi baru, bukan kereta cepat. Apakah orang umum bisa membeli? Yang bisa mengakses nanti ya hanya golongan menengah ke atas yang orangnya itu-itu saja," kata Agus.

Direncanakan, satu rangkaian kereta cepat akan diisi 484-580 penumpang. Dengan kecepatan maksimal hingga 350 kilometer per jam, Jakarta-Bandung akan ditempuh selama 36 menit. (Nobertus Arya Dwiangga M)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Panduan Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BRI Bermodal BRImo

Spend Smart
PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

PMI Manufaktur April 2024 Turun Jadi 52,9 Poin, Menperin: Ada Libur 10 Hari...

Whats New
Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Siapa Hendry Lie, Pendiri Sriwijaya Air yang Jadi Tersangka Korupsi Timah Rp 271 Triliun?

Whats New
Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Inflasi Lebaran 2024 Terendah dalam 3 Tahun, Ini Penyebabnya

Whats New
Transformasi Digital, BRI Raih Dua 'Award' dalam BSEM MRI 2024

Transformasi Digital, BRI Raih Dua "Award" dalam BSEM MRI 2024

Whats New
Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Emiten Buah Segar BUAH Targetkan Pendapatan Rp 2 Triliun Tahun Ini

Whats New
SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

SYL Gunakan Anggaran Kementan untuk Pribadi, Stafsus Sri Mulyani: Tanggung Jawab Masing-masing Kementerian

Whats New
Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Saat Sri Mulyani Sampai Turun Tangan Urusi Kasus Alat Tunanetra SLB yang Tertahan Bea Cukai

Whats New
Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Emiten Manufaktur Kosmetik VICI Catat Pertumbuhan Laba Bersih 20 Persen Menjadi Rp 47,1 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Jalankan Fungsi Perlindungan Masyarakat, Bea Cukai Banten Berantas Peredaran Barang Ilegal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com