Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Luar Negeri Indonesia Meningkat, Apa yang Harus Diwaspadai?

Kompas.com - 23/08/2016, 19:30 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal II 2016 tercatat sebesar 323,8 miliar dollar AS. Besaran ULN ini mengalami peningkatan sebesar 6,2 persen secara tahunan (year on year/yoy).

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menjelaskan, pertumbuhan ULN pada kuartal II 2016 didorong peningkatan ULN pemerintah yang tumbuh sebesar 17,9 persen (yoy).

Adapun pada kuartal sebelumnya, pertumbuhan ULN pemerintah mencapai 14 persen (yoy).

“Peningkatan ULN pemerintah ini sejalan dengan penerbitan euro bond dan samurai bond untuk pembiayaan APBN,” kata Josua kepada Kompas.com, Selasa (23/8/2016).

Sementara itu, ULN swasta masih melambat, tercatat sebesar minus 3,1 persen (yoy) pada kuartal II 2016 dari sebelumnya minus 0,5 persen.

Menurut Josua, perlambatan itu didorong kondisi perekonomian domestik yang baru menunjukkan pemulihan yang gradual namun lambat, sehingga belanja modal atau capital expenditure (capex) korporasi cenderung menurun.

Adapun bila dilihat dari jangka waktunya, ULN jangka pendek pun tumbuh melambat pada kuartal II 2016 dibandingkan pada kuartal sebelumnya. Hal ini menunjukkan kondisi ULN yang cenderung sehat.

“Namun yang perlu diwaspadai adalah DSR (Debt Service Ratio) yang merupakan jumlah pembayaran bunga dan cicilan pokok ULN jangka panjang dibagi dengan jumlah penerimaan ekspor. Yang lebih obyektif adalah melihat DSR Tier 1 yang mengacu pada penghitungan DSR Bank Dunia,” jelas Josua.

DSR Tier 1 pada kuartal II 2016 meningkat dari 34,08 menjadi 37,28. Josua menyatakan, peningkatan DSR perlu diwaspadai karena kondisinya memburuk seiring terus menurunnya penerimaan ekspor Indonesia.

Apa yang perlu dilakukan pemerintah?

Menurut Josua, beberapa kebijakan yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah melunasi ULN pada saat jatuh tempo dan tidak memperpanjangnya. Selain itu, pemerintah juga harus memperketat ULN swasta kecuali yang berorientasi ekspor.

“Selanjutnya, pembangunan kawasan ekonomi yang berorientasi ekspor serta memperkuat sistem logistik agar ekspor efisien. Secara keseluruhan, meskipun kondisi ULN cukup sehat, namun beberapa hal yang didorong adalah menggenjot penerimaan ekspor,” tutur Josua.

Di samping itu, pemerintah juga perlu lebih efektif dan cermat dalam pengelolaan ULN. Caranya adalah dengan berorientasi pada sektor produksi yang berdampak luas bagi pembangunan, misalnya pembangunan infrastruktur dan/atau pemberian insentif bagi UMKM.

Lalu, apakah mungkin menggenjot penerimaan ekspor di tengah kondisi perekonomian global yang masih belum menguntungkan?

Josua berpandangan, ke depan penerimaan ekspor Indonesia cenderung semakin berat lantaran China sebagai mitra dagang utama terus mengalami perlambatan aktivitas manufaktur yang berimplikasi pada menurunnya permintaan komoditas ekspor Indonesia.

Oleh sebab itu, pemerintah perlu fokus membenahi dan mencari jalan keluar agar ekspor Indonesia memiliki nilai tambah yang lebih besar. Ini mengingat sebagian besar ekspor Indonesia masih bergantung pada komoditas dasar yang amat terkait dengan kondisi ekonomi global.

“Jika tidak dibenahi, DSR Tier 1 akan terus meningkat dan pada akhirnya akan memberi sentimen negatif pada nilai tukar dan external balance Indonesia,” ungkap Josua.

Kompas TV Menkeu Nilai APBN Tak "Sehat"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com