Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serikat Petani Indonesia: Kebijakan Pangan Masih Sebatas Produksi

Kompas.com - 19/01/2017, 16:30 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan bahwa berbagai program pemerintah dengan tema kedaulatan pangan saat ini masih berorientasi sama dengan yang sudah digulirkan pemerintahan sebelumnya.

Ketua Umum SPI Henry Saragih mengatakan, hal itu terlihat karena berbagai program tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hakikat kedaulatan pangan.

Menurut Henry, pendekatan program peningkatan produksi pangan yang dijalankan berorientasi pendekatan produksi semata. Sebab tidak mengikutsertakan penguatan dan pemberdayaan petani pangan, baik itu penguatan alat produksi atas kepemilikan tanah, dan sarana produksi lainnya. 

"Serta posisi tawar petani terhadap harga jual dan akses pasar,” papar Henry saat konfrensi pers di Kantor SPI Jakarta, Kamis (19/1/2017).

Dia menambahkan, selain kebijakan pangan masih sebatas produksi, kebijakan impor pangan pada saat ini masih terbuka dan membuka jalan bagi pemburu rente perdagangan pangan.

“Dalam Perpres Nomor 44 Tahun 2016, pemerintah masih membuka investasi modal asing di sektor usaha pangan (perbenihan dan budidaya) di atas 25 hektar, hingga maksimal kepemilikan 49 persen," tegasnya.

Menurutnya, hal tersebut menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah untuk memperkuat pertanian pangan berbasis keluarga petani, dalam memproduksi pangan nasional.

Selain itu, SPI juga menegaskan, kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) komoditas pangan dinilai masih jauh dari harga jual petani di lapangan.

"Kami berharap kedepan pemerintah dapat menyerap hasil produksi petani dengan HPP multikualitas yang mempertimbangkan perbedaan berdasarkan musim, varietas dan perlakukan budidaya," ungkapnya.

Usulan Arah Kebijakan Pangan Nasional Dengan itu, Serikat Petani Indonesia bersama dengan Badan Musyawarah Tani Indonesia merekomendasikan kepada pemerintah agar kebijakan pangan kedepan dilakukan dengan terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Seperti menumbuhkan minat petani pangan, mulai dari mendorong gairah untuk menanam komoditas strategis, dan dibarengi dengan jaminan harga pembelian yang menguntungkan.

Kemudian di sektor perdagangan diperlukan usaha lebih keras untuk memotong rantai distribusi, membatasi impor secara bertahap, dan konsisten melindungi produk pangan dalam negeri.

"Selain itu, diperlukan kemudahan akses terhadap hasil-hasil riset pertanian seperti teknik budidaya dan teknologi pertanian, dan dukungan fasilitas riset berupa laboratorium yang terjangkau oleh petani, sera pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM)  olahan pangan," paparnya.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian produksi padi tahun 2016 sebesar 79,17 juta ton angka itu naik dari 2015 sebesar 75,39 juta ton. Untuk komoditas jagung naik menjadi 23,18 juta ton dari 19,61 juta ton pada 2015.

Hanya produksi kedelai yang mengalami penurunan dari 963.000 ton di 2015 menjadi 888.000 ton pada tahun 2016.

Kompas TV Jokowi Tegaskan Kembali Kemandirian Pangan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com