Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi: Tingkat Pemalsuan Barang di Indonesia di Angka Mengkhawatirkan

Kompas.com - 21/02/2017, 08:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tingkat pemalsuan barang, termasuk peranti lunak, di Indonesia masih berada di angka yang mengkhawatirkan. Studi terakhir yang dilakukan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyatakan hal tersebut.

Berdasarkan hasil studi, MIAP dan FE UI menempatkan banyaknya pemalsuan tertinggi di Indonesia, yakni pada produk tinta printer (49,4 persen), pakaian (38,9 persen), barang dari kulit (37,2 persen), dan peranti lunak (33,5 persen).

Menurut hasil studi ini, situasi pemalsuan tersebut menimbulkan kerugian terhadap ekonomi nasional hingga Rp 65,1 triliun serta hilangnya pendapatan dari pajak tidak langsung atas penjualan peranti lunak asli hingga Rp 424 miliar.

Untuk mengatasi beredarnya produk peranti lunak palsu di marketplace, Tim Microsoft Digital Crimes Unit (DCU) mulai mengidentifikasi dan mengambil langkah tegas terhadap penjual peranti lunak palsu di sejumlah marketplace di Indonesia.

Mereka bekerja sama dengan sejumlah internet service provider (ISP) dan computer emergency response team (CERT) di lingkungan pemerintahan untuk mengatasi serangan siber.

Tindakan ini diharapkan mampu meminimalkan bahaya serangan siber bagi konsumen, baik individu maupun organisasi.

Sebagai hasil dari rangkaian tindakan yang telah diambil, beberapa penjual berinisiatif mengakui kesalahan mereka dalam menjual peranti lunak palsu dan atau menempatkan sertifikat keaslian palsu di barang dagangan masing-masing.

Pada Februari 2017, reseller daring, seperti Suryabaru IT di Surabaya, Kamar 56 di Jakarta, dan Inotech di Bandung, serta toko-toko, seperti Notebook ASEAN dan Ruphen Shop di Jakarta, menerbitkan iklan permintaan maaf kepada pelanggan melalui beberapa media cetak ataupun online.

Justisiari P Kusumah, Sekretaris Jenderal MIAP, menjelaskan, upaya mengurangi bahaya dan kerugian yang diakibatkan oleh peredaran barang palsu dapat terwujud jika para pemangku kepentingan perlindungan konsumen, mulai dari produsen, penjual, penegak hukum, hingga masyarakat, sepakat untuk bersinergi.

Menurut dia, tindakan yang telah dijalankan Tim Microsoft diharapkan dapat mendorong terciptanya transaksi dagang yang lebih sehat di Indonesia.

Sebab, salah satu penyebab utama tingginya angka penjualan dan penggunaan barang palsu adalah kurangnya sanksi nyata terhadap para penjual ataupun konsumen.

Dari hasil studi, lebih dari 64 persen konsumen merasa tidak mungkin diadili sekalipun mereka menggunakan barang palsu, sementara lebih dari 32 persen penjual mengaku sering terkena razia, tetapi tidak terkena sanksi hukum.

Linda Dwiyanti, Consumer Channels Group Director Microsoft Indonesia, berujar, selama jangka waktu tiga bulan, Microsoft DCU berhasil mengidentifikasi sedikitnya 23 penjual peranti lunak palsu yang beroperasi di e-commerce.

Saat ini, Microsoft Indonesia sedang memproses tindakan hukum untuk tiga di antaranya. Perusahaan juga tengah bekerja sama dengan MIAP dan pemerintah untuk menindaklanjuti para penjual peranti lunak palsu lainnya.

"Tujuan akhir kami yakni memastikan agar pelanggan terlindungi dari bahaya penggunaan peranti lunak yang dijual oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” kata dia melalui siaran pers kepada Kompas.com.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Whats New
Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Berikut Daftar Tiga Pabrik di Indonesia yang Tutup hingga April 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com