Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kualitas Bibit Tebu di Indonesia Rendah

Kompas.com - 17/09/2014, 22:07 WIB
Tabita Diela

Penulis

 


PALEMBANG, KOMPAS.com -
Direktur Keuangan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Dandossi Matram mengungkapkan, kualitas bibit tebu di Indonesia rendah. Padahal, kualitas bibit tebu akan berpengaruh pada ongkos produksi gula serta daya saing produsen gula dalam negeri menghadapi impor gula.

"Di Indonesia menghasilkannya cuma setengah kilo, yang di luar negeri akan menghasilkan sekilo. Sehingga harga dari dalam negeri bisa dua kali lipat. Itu persoalan bibit," ujar Dandossi di Palembang, Selasa (16/9/2014).

Perbedaan hasil produksi tersebut terjadi lantaran potensi rendemen dari sebatang tebu di Indonesia rendah. Dua puluh hingga 30 tahun lalu, rendemen tebu di Indonesia mencapai 14 persen. Sayangnya, kini potensi rendemen yang ada hanya antara delapan sampai sembilan persen. Jumlah ini berbeda dari rendemen tebu di Thailand dan Australia.

"Di Thailand, Australia hari ini, rata-rata rendemennya 14 persen. Di Indonesia potensinya hanya sembilan atau delapan persen. Yang diproduksi di Indonesia, potensi sembilan persen tapi nanti kenyataannya cuma enam persen, tujuh persen," ujar Dandossi.

Sebenarnya, Indonesia tidak kekurangan tenaga ahli untuk menemukan varietas bibit tebu terbaik yang akan menghasilkan tebu dengan rendemen tinggi dan kuat menghadapi iklim Indonesia. Dikutip dari situs resmi Bappeda Jatim yang dirilis Juli 2014 lalu, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) terus melakukan riset varietas tebu untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tebu lokal.

Bappeda Jatim mengungkapkan, varietas tebu yang telah dirilis P3GI adalah Pasuruan Desa Kemlagi (PSDK) dan bibit tebu N11KT untuk PT Perkebunan Nusantara XI.

Sayangnya, penemuan bibit-bibit unggul tersebut tidak serta-merta disambut dengan tangan terbuka. "Membuat satu bibit, menurut P3GI, membutuhkan waktu empat sampai lima tahun, biaya bibit itu sekitar Rp 10 miliar," imbuh Dandossi. Celakanya, menurut dia, ketika bibit ini dibuat dan tidak ada yang membeli, maka riset akan mengalami kerugian.

"Masalahnya, ketika bibit ini dibuat tidak ada yang beli, dia rugi. Pemerintah itu boleh dibilang sudah 10 sampai 15 tahun ini tidak pernah memberikan perhatian. Selalu yang disalahkan, pabrik gulanya sudah tua. Padahal, mau pabrik gula bagusnya kayak gimana, kalau rendemennya cuma sembilan, delapan, ya dia tidak mungkin dimasukkan ke pabrik gula yang bagus, rendemennya jadi 20, tidak bisa. Mentoknya di sembilan. Pabrik yang bagus itu hanya mengurnagi kehilangannya saja," ujarnya.

Karena itu, Dandossi mendorong pemerintah lebih kreatif dan terus mengembangkan varietas tebu terbaik untuk dibudidayakan di Indonesia. Sementara itu, RNI sendiri akan berperan aktif dengan cara mencoba bekerjasama operasi dengan pihak asing yang punya kemampuan mengolah pabrik dan kebun tebu dengan lebih baik.

"Kita akan mencoba kerjasama operasi dengan pihak asing yang memang punya kemampuan mengolah pabrik dan kebun yang lebih baik. Kita mau mengajak mereka belajar bagaimana bertanam yang baik. Mudah-mudahan mereka membawa bibit yang baik, proses menanam yang baik, proses produksi yang baik," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Whats New
IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Harga Emas Terbaru 3 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 3 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Pertamina Geothermal Kantongi Laba Bersih Rp 759,84 Miliar per Kuartal I-2024

Pertamina Geothermal Kantongi Laba Bersih Rp 759,84 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Ekspansi Pabrik Terealisasi, Emiten Alat Kesehatan OMED Catat Laba Bersih Rp 63,5 Miliar per Kuartal I-2024

Ekspansi Pabrik Terealisasi, Emiten Alat Kesehatan OMED Catat Laba Bersih Rp 63,5 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 3 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 3 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com