Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berantas "Tikus" Petral...

Kompas.com - 16/11/2015, 10:01 WIB
Estu Suryowati

Penulis

KOMPAS.com - Bersih-bersih lumbung dari si pengerat tidak bisa dilakukan gegabah. Membakar lumbung, dinilai sebagai solusi yang kurang efektif.  Sekali disulut, bukannya tikus-tikus itu mati, bisa jadi malah langsung loncat berpindah tempat.

Analogi inilah yang dirasa tepat menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, dan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara melihat pembenahan tata kelola minyak pada anak usaha PT Pertamina (Persero), yakni Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) Group.

Audit forensik yang dilakukan Pertamina melalui lembaga independen Kordamentha memang patut diapresiasi. Minimal dari situ, diketahui ada yang tidak beres dalam pengadaan minyak mentah dan produk BBM sehingga menyebabkan terjadinya inefisiensi.

Tikus-tikus yang membuat inefisiensi inilah yang seharusnya diberangus. Sebagai perpanjangan tangan Pertamina untuk perdagangan minyak (trading arm),  sebagaimana hampir seluruh perusahaan minyak negara-negara di dunia lain punya, lumbung Petral juga ada manfaat dan keuntungannya.

Dalam hal mencukupi kebutuhan dollar AS misalnya. Asal tahu saja, setiap hari Pertamina memerlukan 70-80 juta dollar AS untuk impor produk BBM.

"Dengan mempunyai kantor di Singapura, maka kebutuhan dollar AS untuk beli minyak tidak perlu menyedot dollar yang ada di Indonesia. Cukup gunakan dollar AS yang ada di Singapura," kata Marwan.

Artinya, kata dia, pemerintah harus memilih. Apabila trading arm semacam ini diperlukan, mengapa harus dibubarkan? Dan katakanlah memang harus dibubarkan lantaran terlanjur dicap sebagai sarang pengerat, apa alternatif solusinya?

Yang terpenting, kata Marwan, kalau Petral dibubarkan, dan tikus-tikus diadili, hal lain yang lebih penting adalah perbaikan tata kelola (good governance) di tubuh Pertamina secara menyeluruh.

Salah satu upaya membuat lebih transparan Pertamin adalah dengan mengubah status dari perusahaan tertutup sebagai non listed public company (NLPC )

Dengan menjadi perusahaan publik namun tidak listing, diharapkan manajemen Pertamina bisa menekan munculnya bibit-bibit kolutif. Sebab, BUMN energi itu memiliki kewajiban secara rutin untuk menyampaikan kinerja perusahaan ke publik, namun 100 persen saham masih dimiliki oleh negara.

Gagasan Pertamina sebagai NLPCsebenarnya sudah ada sejak jaman Sofyan Djalil menjabat sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara. Gagasan ini diharapkan dapat terwujud.

Senada dengan Marwan, Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menuturkan, yang diperlukan ke depan adalah perbaikan governance.

Dia mengatakan, sebelum ada Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, isu yang santer menyeruak adalah pembubaran Petral.

"Ternyata sebenarnya yang utama, kita itu menangkap tikusnya, bukan membakar lumbungnya," ucap Enny.

Diharapkan, dengan adanya perbaikan tata kelola Pertamina, tidak lagi ada pembiaran praktik-praktik kolutif yang menyebabkan inefisiensi dan merugikan negara selama ini.

baca juga: Dugaan Praktik Mafia Migas Terbukti

Kompas TV Petral, Sarang Mafia Migas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com