Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi VII DPR Pertanyakan SKK Migas soal Opini Tidak Wajar dari BPK

Kompas.com - 05/12/2016, 20:59 WIB
Achmad Fauzi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempermasalahkan, hasil laporan keuangan Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) yang mendapat opini tidak wajar dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

"Kami meminta penjelasan SKK Migas terkait hal itu," ujar Mulyadi dalam Rapat dengar pendapat dengan SKK Migas, di Gedung DPR Jakarta, Senin (5/12/2016). 

Menjawab hal itu, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, awalnya SKK Migas dengan BPK telah sepakat bahwa SKK Migas akan menyiapkan laporan keuangan dengan menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).  

Namun, dalam memberikan opini, BPK ternyata menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU).

"Waktu auditor BPK datang, yang akan diberi opini adalah yang SAK. Selama audit juga SAK. Akan tetapi, setelah audit keluar, yang digunakan adalah standar PABU. Jadi, mestinya yang berlaku di indonesia itu harusnya SAP dan SAK," jelas Amien.

Menurut Amien, terdapat dua catatan BPK yang membuat laporan keuangan SKK Migas mendapat opini tidak wajar.

Pertama, terkait dengan pembayaran pesangon pegawai. Dirinya menjelaskan, SKK Migas memasukkan pengeluaran pesangon pegawai ke dalam neraca dan laporan keuangan. 

Namun, kata Amin, menurut BPK hal tersebut tidak wajib dimasukkan. Sehingga, terdapat perbedaan perhitungan antara SKK Migas dan BPK.

"Kedua, terkait tagihan dana pemulihan tambang pasca eksplorasi migas (Abandonment and Site Restoration/ASR) dinyatakan penyajiannya tidak sesuai PSAK 09. Setelah itu, kami resmi bertanya ke ikatan akuntan. Mereka tidak berani memberikan jawaban tertulis. Tapi ikatan bilang Standar PSAK 09 itu sudah dicabut sejak 1999," ungkapnya. 

Kendati demikian, Amien tidak akan memperdebatkan permasalahan audit yang dilakukan BPK. Akan tetapi, kalau ada perintah untuk menyelesaikan permasalahan ini, SKK Migas siap untuk menyelesaikannya. 

"Kami tidak lakukan karena kami tidak ingin ada masalah dengan BPK. Akan tetapi kalau diperintahkan lakukan maka akan kami lakukan," tandasnya.  

Sebelumnya, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Aziz melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2016 kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada sidang paripurna Selasa (4/10/2016).

Dalam kesempatan tersebut, Harry melaporkan bahwa Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memperoleh opini tidak wajar (TW) pada laporan keuangan di tahun 2015.

Adapun opini tersebut diberikan setidaknya karena dua hal. Pertama, karena pengakuan kewajiban atas imbalan pascakerja berupa manfaat penghargaan atas pengabdian (MPAP), masa persiapan pensiun (MPP), imbalan kesehatan purna karya (IKPK), dan penghargaan ulang tahun dinas (PUTD) senilai Rp 1,02 triliun tidak disetujui kementerian keuangan.

Itu berkenaan dengan tidak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pegawai BP Migas pada 13 November 2012.

Kedua, karena piutang abandonment & site restoration (ASR) kepada 8 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp 72,33 miliar belum dilaporkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kinerjanya Banyak Dikeluhkan di Medsos, Berapa Gaji PNS Bea Cukai?

Kinerjanya Banyak Dikeluhkan di Medsos, Berapa Gaji PNS Bea Cukai?

Work Smart
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com