Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dibanding India, Pasar Indonesia Kalah "Molek"?

Kompas.com - 14/11/2014, 09:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia dan India menjadi perhatian dunia, karena dinilai memiliki pemimpin yang pro pada pertumbuhan investasi. Tapi sayang, para investor lebih berminat pada pasar obligasi India ketimbang Indonesia.

Tengok saja pergerakan yield obligasi kedua negara. Mengutip Bloomberg, per Kamis (13/11/2014) yield surat utang Indonesia tenor 10 tahun senilai 7,93 persen, turun  44 basis poin dibandingkan akhir tahun 2013 (year to date/ytd). Sedangkan obligasi India bertenor sama turun 60 basis poin ke 8,2 persen ytd.

Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas, Yudistira Slamet mengatakan, Perdana Menteri India Narendra Modi, memiliki karakter tak jauh berbeda dengan Presiden Joko Widodo. “Sama-sama disukai pasar, pro terhadap pertumbuhan investasi,” ujar Yudistira.

Menurut dia, dua negara ini juga mempunyai masalah defisit transaksi berjalan yang tinggi. Langkah efisiensi  India adalah memangkas subsidi solar dan menaikkan harga gas alam pada bulan Oktober 2014.

Jadi, Indonesia tertinggal, karena baru berencana menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Yudistira memandang langkah ini dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan karena impor minyak dan gas menyusut. Tapi investor ragu rencana ini berjalan mulus karena ada masalah di parlemen.

Global Markets-Financial Analyst Manager Bank Internasional Indonesia, Anup Kumar menambahkan, besaran suku bunga bank sentral India lebih besar 50 basis poin dibandingkan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) yang diputuskan tetap 7,5 persen.

Kumar menilai, kondisi pasar obligasi lebih berpihak ke India ketimbang Indonesia. “Meski sama-sama memiliki pemimpin yang disukai pasar, pemerintahan baru India sudah berjalan sejak Mei. Sedangkan Presiden Jokowi baru memulai, bahkan belum sebulan,” ujar Kumar.

Ia memprediksi, selama  tiga bulan pasca harga BBM naik, yield obligasi akan naik. Tapi setelah itu, yield  turun lagi dan pasar obligasi domestik kembali bergairah. Ia menyarankan, investor membeli obligasi domestik secara akumulasi pada periode Maret hingga April 2015. (Noor Muhammad Falih)

baca juga: 27 Menit, Jusuf Kalla Menyebarkan Optimisme

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com