Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan BI Belum Melonggarkan Kebijakan Moneter

Kompas.com - 23/10/2015, 07:38 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang terakhir beberapa waktu lalu, Bank Indonesia (BI) menyatakan ada peluang melakukan pelonggaran kebijakan moneter.

Namun, hingga hari ini suku bunga acuan bank sentral tersebut - sebagai salah satu indikator pelonggaran - belum juga turun.

Gubernur BI Agus DW Martowardojo menjelaskan, alasan mengapa pihaknya belum juga mengeksekusi peluang pelonggaran moneter.

Intinya, kendati fundamental ekonomi domestik sudah nampak menguat, akan tetapi risiko global masih mengintai.

Perbaikan fundamental ekonomi domestik yang membaik dapat dilihat dari berbagai indikator.  Indikator tersebut seperti inflasi yang terjaga di kisaran 4 persen plus-minus 1 persen.

BI memperkirakan, inflasi hingga akhir tahun ini akan berada di bawah 4 persen.

"Dan kalau ini bisa dipertahankan, akan ada di kisaran 3,6 persen," ucap Agus dalam konferensi pers usai rapat FKSSK, Kamis malam (22/10/2015).

Indikator lain membaiknya ekonomi domestik, yakni kondisi current account deficit (CAD) kuartal II-2015 yang ada di level 1,8 persen dari gross domestic product (GDP).

Agus bilang, apabila kondisi perbaikan ekonomi konsisten hingga akhir tahun, maka diperkirakan CAD akan ada di kisaran 2,1 persen tahun ini.

Membaiknya fundamental ekonomi juga terlihat dengan kondisi neraca perdagangan yang konsisten mencatatkan surplus sejak Januari hingga September lalu.

Risiko global

Lebih lanjut Agus mengatakan, kendati ada perbaikan di fundamental ekonomi domestik, namun bank sentral harus tetap mewaspadai perkembangan eksternal.

Pertama, pelemahan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan masih akan berlanjut, dan kemungkinan berdampak pada perekonomian global. Isyu lain yang gencar dikabarkan soal Tiongkok yakni peluang negeri tirai bambu itu melakukan internationalisasi mata uang, Renminbi (RMB).

"Pengelolaan mata uang di Tiongkok akan lebih dikelola secara independen dengan capital account yang lebih terbuka," kata Agus.

Tentu saja, sambung dia, hal ini akan memberikan resiko khusus dalam pelaksanaannya. Sebab, masih ada kecenderungan penguatan dollar AS, dan upaya Tiongkok untuk menjaga pertumbuhan ekonominya tidak melambat lebih besar.

Risiko global kedua yang menjadi perhatian BI yaitu, ketidakpastian normalisasi kebijakan bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve. 

Adapun risiko terakhir adalah berlanjutnya penyesuian harga komoditas.

Atas dasar pertimbangan faktor domestik dan eksternal itulah, BI memutuskan untuk belum melonggarkan kebijakan moneternya.

"Kami akan lakukan satu perubahan kebijakan sepenuhnya bila didukung data," kata Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com