Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejar Pembayar Pajak, Petugas Perpajakan Gunakan Aplikasi "Geo-Tagging"

Kompas.com - 26/02/2016, 06:35 WIB
Aprillia Ika

Penulis

KUTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Kementerian Keuangan serius meningkatkan penerimaan pajak tahun ini melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi (TI).

Penggunaan TI merupakan solusi, sebab saat ini Dirjen Pajak masih kekurangan tenaga sekitar 25.000 orang. Adapun jumlah saat ini baru 4.500 orang. Di sisi lain, target pertambahan wajib pajak di tahun ini mencapai dua juta wajib pajak.

"Kami lakukan optimalisasi data dengan sumber yang ada, walau tenaga pemeriksa kurang. Ini yang dinamakan ekstensifikasi, yang nantinya akan berdampak ke intensifikasi pajak," kata Awan Nurmawan Nuh, Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Dirjen Pajak di Kuta, Kamis (25/2/2016).

Menurut dia, tahun ini Dirjen Pajak melakukan pendekatan ke wilayah objek pajak yang mereka kuasai. Nantinya, setiap Kantor Perwakilan Pajak (KPP) akan memiliki peta atau zonasi potensial wajib pajak.

Para pemeriksa pajak akan dibekali dengan aplikasi geotagging. Dengan aplikasi ini, mereka bisa ambil foto dan koordinat sebuah restoran atau bengkel yang ramai. Lalu, data tersebut dicocokkan dengan data NPWP.

Jika ternyata pemilik usaha belum memiliki NPWP, maka pemeriksa pajak bisa mendatangi dan menyurati pemilik. Jika masih bandel, bisa dikenakan sanksi penjara.

"Untuk sanksi penjara, sebenarnya Dirjen Pajak belum menerapkan sanksi ini sebab ingin melakukan pendekatan dulu ke masyarakat, terutama untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat," tambah Awan.

Dia menambahkan, semua pegawai pajak bisa menjadi agen pajak dalam geotagging tersebut. Misal, pegawai pajak di KKP di Jakarta sedang berada di Medan. Dia melihat ada restoran yang ramai. Dia bisa ambil foto dan melakukan tagging koordinat usaha tersebut untuk memastikan apakah usaha tersebut sudah memiliki NPWP atau belum.

"Dengan demikian yang kami kejar adalah wilayahnya dulu. Sebab kalau orang yang kami kejar, bisa saja."ngumpet" dan susah ketemu," kata Awan.

Dia menargetkan sebanyak 331 KKP akan selesaikan geo-tagging ini per 30 April. Dengan demikian, keterangan wajib pajak akan lebih banyak, termasuk foto dan koordinat lokasi usahanya.

"Wajib pajak orang pribadi (non karyawan) ini jumlahnya banyak sekali. Dengan cara ini pemeriksa pajak bisa lebih ringan dan cepat pekerjaannya," lanjut Awan.

Untuk aplikasi ini, Awan mengaku pihaknya tidak mengeluarkan ongkos banyak untuk membeli aplikasi sebab aplikasi tersedia inhouse.

"Ke depan, kami akan lengkapi tiap pegawai pajak dengan gadget untuk aktif melakukan geotagging. Nah, bujet untuk paket data mereka pasti besar. Proyeknya nanti di 2017," tambah Awan.

Pada tahun ini, Dirjen Pajak menggelar program ekstensifikasi dan intensifikasi wajib pajak untuk mendorong penerimaan pajak.

Dirjen Pajak menargetkan pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 30 persen tahun ini dibanding penerimaan pajak tahun lalu. Atau sebesar Rp 1.351 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com