JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan pengusaha meminta pemerintah untuk menyediakan instrumen yang lebih fleksibel bagi pengusaha untuk menampung dana-dana repatriasi dari kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Instrumen harus fleksibel dan bebas. Itu usulan dari teman-teman yang berencana memasukkan dananya," ucap Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani, Jakarta, Senin (9/5/2016).
Hariyadi menyampaikan, instrumen yang disiapkan pemerintah kurang fleksibel. Bahkan, pada awalnya hanya didesain ditampung dalam Surat Utang Negara (SUN).
Menurutnya, hal tersebut malah merepotkan pengusaha, karena uang mereka tidak bisa langsung menggerakkan sektor riil.
Melainkan, hanya masuk ke infrastruktur dan belanja negara. "Kalau boleh langsung ke investasi, mereka mau," imbuh Hariyadi.
"Misal, membangun pabrik sendiri. Sepanjang itu dilaporkan dan untuk kegiatan sektor riil, menurut saya dibolehkan saja," pungkas Hariyadi.
Sebagai informasi, dalam draf Rancangan Undang-undang Tax Amnesty pasal 13 ayat (3) ditentukan paling singkat selama tiga tahun sejak dana masuk harus diinvestasikan dalam bentuk surat berharga negara, obligasi BUMN, atau investasi keuangan pada bank yang ditunjuk oleh Menteri.
Selanjutnya dalam pasal 13 ayat (4), wajib pajak yang menghendaki bentuk investasi lain, dapat mengalihkan investasinya pada tahun kedua atau ketiga dalam bentuk obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh OJK, investasi infrastruktur melalui KPBU, investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan pemerintah melalui PMK, dan atau investasi di sektor properti.