Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Petisi Tarif 2 Persen "Tax Amnesty Diperpanjang, Ini Tanggapan Kemenkeu

Kompas.com - 21/09/2016, 18:11 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah mendengar adanya permintaan dan dorongan untuk memperpanjangan tarif 2 persen tax amnesty. Hanya saja, Kemenkeu kembali mengenaskan satu hal.

"Memang kami mendengar ada desas-desus tetapi kami tidak ada pemikiran (untuk memperpanjang)," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (PPR), Robert Pakpahan, di Jakarta, Rabu (21/9/2016).

Seperti diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak, tarif tebusan 2 persen hanya berlaku pada periode pertama program tersebut yakni 1 Juli-31 September 2016. Setelah itu, tarif tebusan akan naik menjadi 3 persen hingga 31 Desember.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi juga mengungkapkan hal yang sama dengan Robert.

Menurut dia, belum ada diskusi perpanjangan tarif 2 persen tax amnesty, termasuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganggu Undang-Undang (Perppu). "Tidak ada diskusi soal itu (di internal Kemenkeu)," kata Ken.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo membuat petisi di change.org terkait permintaan perpanjangan periode pertama program amnesti pajak atau tax amnesty dengan tebusan sebesar dua persen.

Alasannya, menurut Yustinus, pemahaman masyarakat masih sangat minim lantaran sosialisasi tax amnesty yang mepet. Sehingga, dibutuhkan perpanjangan waktu dengan tarif tebusan paling rendah.

Jauh sebelum adanya petisi itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani sudah meminta adanya perpanjangan pemberlakuan tarif 2 persen tax amnesty hingga Desember 2016.

Ada tiga alasan mengapa para pengusaha mulai menyuarakan perpanjangan pemberlakuan tarif tebusan dua persen hingga Desember.

Pertama, banyak pengusaha yang belum bisa menyelesaikan konsolidasi dana atau hartanya untuk ikut tax amnesty. Hal itu disebabkan banyaknya perusahaan yang dimiliki oleh para pengusaha tersebut.

Jumlahnya, kata Rosan, tidak hanya ratusan, tetapi ada yang sampai ribuan perusahaan. Oleh karena itu, pengusaha perlu konsolidasi untuk melaporkan semua perusahaan tersebut.

Kedua, aturan yang memuat tata cara pengalihan perusahaan dengan tujuan tertentu atau special purpose vehicle (SPV) di luar negeri baru keluar belum lama ini. Padahal, banyak pengusaha yang memiliki perusahaan SPV di luar negeri ingin mengkuti program tax amnesty.

Penerbitan aturan SPV dianggap terlalu mepet dengan batas periode pertama tax amnesty.

Ketiga, banyak para pengusaha yang ingin memasukan dana luar negeri ke perusahaan-perusahaan sendiri yang ad di pasar modal. Namun kata Rosan, banyak hal-hal teknis yang membuat prosesnya tidak akan selesai pada September.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com