Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inflasi Rendah Jadikan Thailand Negara Paling Bahagia di Dunia

Kompas.com - 09/08/2016, 13:08 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

Sumber Bloomberg

NEW YORK, KOMPAS.com - Thailand, baru saja dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia dalam sebuah indeks yang bertajuk "The Misery Index".

Indeks tersebut mengombinasikan tingkat inflasi dan pengangguran di 74 negara.

Mengutip Bloomberg, Selasa (9/8/2016), The Misery Index menghitung dengan cara menambahkan inflasi ke tingkat pengangguran.

Thailand mencatat skor 1,11 persen, menjadikannya negara paling bahagia alias paling tidak menderita di antara 74 negara yang dihitung. Dengan demikian, Thailand dinilai memiliki tingkat inflasi yang rendah sehingga harga-harga barang terjaga dengan baik.

Selain itu, tingkat penyerapan tenaga kerja pun tinggi. Singapura dan Jepang menempati peringkat kedua dan ketiga, masing-masing mencatat skor 1,40 persen dan 2,70 persen.

Inggris menempati peringkat ke-17 dalam indeks negara paling tidak menderita di dunia tersebut. Sementara itu, Amerika Serikat berada pada peringkat 21. Adapun China berada di peringkat ke-23 dalam indeks yang disusun Bloomberg tersebut.

Negara yang dianggap paling menderita dalam indeks tersebut adalah Venezuela. Kelangkaan bahan pangan dan obat-obatan membuat inflasi di Venezuela menjulang ke level 181 persen. Dengan indeks mencapai 188,2 persen, negara di Amerika Selatan tersebut langsung disematkan predikat sebagai negara paling menderita di dunia.

Venezuela diikuti oleh Bosnia dengan indeks 48,97 persen dan Afrika Selatan 32,90 persen.

Inflasi rendah

Tingkat pengangguran Thailand mencapai sekitar 1 persen pada akhir Juni 2016. Adapun indeks harga konsumen mengalami inflasi 0,1 persen secara tahunan pada bulan Juli 2016, dibandingkan 0,4 persen pada bulan Juni 2016.

Inflasi yang amat rendah seperti itu memang menguntungkan bagi konsumen. Akan tetapi, keadaan ini sebenarnya kurang sehat bagi perekonomian Thailand.

"Disinflasi merupakan pertanda permintaan antara barang dan jasa tidak cukup untuk sesuai dengan pasokan dalam ekonomi. Ini membuat konsumen menunda pembelian sampai harga lebih murah lagi, dan kemudian akan menurunkan permintaan. Dalam lingkaran deflasi seperti ini, maka upah akan turun," jelas Satoshi Okagawa, analis di Sumitomo Mitsui Banking Corp. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com