Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani, Energi, dan Susi Pudjiastuti

Kompas.com - 09/06/2015, 17:28 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Managing Director Bank Dunia Sri Mulyani mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur ramah lingkungan atau green infrastructure sangatlah penting bagi keberlangsungan ekonomi dunia.

Dia pun meminta Indonesia tidak takut melakukan perubahan dari pembangunan ekonomi yang merusak lingkungan menjadi ramah lingkungan.

"Energi yang kita kelola perlu bersih dan efisien, kita harus mengelola secara bertanggung jawab dan kita tak boleh takut dobrak status quo dan energi berkelanjutan merupakan kepentingnan mendesak untuk listrik, air juga penting," ujar Sri Mulyani saat berpidato dalam acara Green Infrastructure Summit di Jakarta, Selasa (9/6/2015).

Di beberapa negara kaya dia, pembangunan ekonomi dilakukan secara besar-besaran dengan sumber energi batu bara namun melupakan dampak rusaknya lingkungan. Sri memberi contoh di Tiongkok.

Negeri tirai bambu itu pertumbuhan ekonominya selalu tinggi namun banyak kerusakan lingkungan yang terjadi karena tak memperhatikan dampak lingkungan. Meski begitu kata dia, saat ini Tiongkok mulai sadar bahwa green infrastructure sangatlah penting sehingga pemerintahnya terus menggalakkan pembangunan infrastruktur yang lebih ramah lingkungan.

Sementara itu di Indonesia kata dia, pembangunan berbiaya tinggi malah mengorbankan hutan-hutan tropis. Misalnya, tutur Sri, pembangunan perkebunan kelapa sawit harus menebangi hutan tropis Indonesia yang merupakan terbesar ketiga di dunia.

"Konversi lahan gambut menjadi perkembunan mengkibatkan kerusakan, kebakaran hutan, menjadikan degradasi. Lalu dari sektor pertambangan, seperempat hutan dan sungai tercemar oleh merkuri," kata mantan Menteri Keuangan itu.

Meski begitu, Sri juga memuji kinerja sektor kelautan pemerintahan saat ini. Menurut dia, kebijakan moratorium kapal eks asing sangat positif untuk ketersediaan ikan di laut Indonesia. Menurut dia, illegal fishing di Indonesia telah membuat stok ikan di Indonesia berkurang. Padahal kata Sri, ada taruhan juta orang yang sangat bergantung dari hasil laut Indonesia.

"Indonesia punya 2,2 juta nelayan dan ratusan juta yang bergantung pada laut sebagai mata pencahaian. Tapi separuh terumbu karang terancam, ini karena tingkat kemiskinan di daerah pesisir cukup tinggi. Kalau Indonesia bisa meningkatkan (terumbu karang) itu, maka Indonesia dapat meningkatkan produksi ikan," kata dia.

baca juga: Tiongkok Tak Senang Susi Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com